ALFI/ILFA Kalsel Ikut Tolak Penghapusan Pasal 110 Ayat (1) dan Ayat (5) di UU NO 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

ASOSIASI: 5 perwakilan Asosiasi yang terdiri dari Gabungan Perusahaan Ekspor Impor (GPEI), Indonesia National Shipowners Association (INSA), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi), bersepakat menolak revisi UU NO 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran - Foto Istimewa 


HABARDIGITAL.COM, BANJARMASIN - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI)/Indonesian Logistics and Forwarder Indonesia (ILFA) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dengan tegas MENOLAK upaya Pemerintah yang ingin melakukan revisi terhadap perubahan ketiga atas UU NO 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Apalagi dalam revisi tersebut, ada dugaan upaya penghapusan Pasal 110 Ayat (1) dan Ayat (5), yang jika dilakukan akan membuka peluang kepada Otoritas Pelabuhan untuk sewenang-wenang dan secara sepihak menetapkan tarif terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan.

"Usulan Pemerintah untuk menghapus Pasal 110 Ayat (1) dan Ayat (5) akan sangat berdampak pada eksistensi dan keberlanjutan usaha dari anggota ALFI/ILFA yang berjumlah lebih dari 4.300 perusahaan dan UKM, lebih dari 100.000 karyawan dan belum termasuk anggota perusahaan dan karyawan dari asosiasi lain yang jumlahnya bisa mewakili lebih dari 10.000 perusahaan dan ratusan ribu karyawan," tegas Ketua ALFI/ILFA Provinsi Kalsel Saut Nathan Samosir, Kamis (29/8/2024) lalu.

Baginya, malah usulan DPR RI untuk melibatkan asosiasi dalam pasal 110 (Ayat 5) dalam penentuan tarif jasa kepelabuhanan sudah tepat, mengingat hal tersebut adalah salah satu bentuk Peran Serta Masyarakat “memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pelayaran secara optimal” sebagaimana diatur dalam BAB XVI, Pasal 274 dan Pasal 275 UU No. 17 tentang Pelayaran Tahun 2008.

"Usulan dari DPR RI untuk memasukan Pasal 110 Ayat (1) dan Ayat (5) adalah untuk menghindari Otoritas Pelabuhan menetapkan tarif terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan sewenang-wenang dan secara sepihak yang dapat berimbas pada penetapan tarif jasa kepalabuhanan yang terlalu tinggi dan akan berakibat pada bertambahnya biaya logistics yang tinggi dan mengakibatkan harga produk dalam negeri menjadi tidak kompetitif di pasar nasional dan internasional," tegasnya lagi.

Penghapusan pasal 110 Ayat (1)an (Ayat 5) dijelaskannya juga dapat menimbulkan ekses favoritisme yang hanya menguntungkan anak Perusahaan Operator Pelabuhan BUMN dan mematikan stakeholder lainnya di luar anak perusahaan Otoritas Pelabuhan.

Saat ini diakuinya bisnis logistik sedang mengalami persaingan yang kompetitif, belum lagi kenaikan biaya operasional karena biaya perawatan dan suku cadang yang terus naik tiap tahunnya.

"Jadi kalau ditambah lagi dengan penghapusan Pasal 110 Ayat (1) dan Ayat (5), maka tentu kami pengusaha yang tergabung di ALFI/ILFA tentunya akan semakin kesulitan dan membengkak biaya operasional," tukasnya.

Sebelumnya, 5 perwakilan Asosiasi yang terdiri dari Gabungan Perusahaan Ekspor Impor (GPEI), Indonesia National Shipowners Association (INSA), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi), bersepakat menolak revisi UU NO 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Mereka sudah berkirim surat kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan DPR RI (Komisi V) terkait penolakan tersebut.

Surat itu ditandatangani oleh masing-masing ketua umumnya, yakni Benny Soetrisno (GPEI) Carmelita Hartoto (INSA), Akbar Djohan (ALFI), Juswandi Kristanto (APBMI), dan Capt. Subandi (GINSI) yang juga ditembuskan ke Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia.

Kemudian juga ditembuskan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia, Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Perdagangan Republik Indonesia, dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (red/ak)

Lebih baru Lebih lama